Tuesday, June 14, 2011

Parkiran Bertingkat

JAKARTA - Membuat lahan parkir di sebuah gedung bertingkat tinggi banyak hal yang harus dipertimbangkan. Mulai efisiensi di tengah lahan yang serba sempit hingga tingkat keamanannya.

Lahan parkir akan menjadi masalah besar bagi wilayah Ibu Kota seperti Jakarta. Terbatasnya lahan, meningkatnya jumlah kendaraan, area semakin berjubel dengan gedung dan pemukiman, sehingga sulit untuk mencari lahan parkir yang aman.

Bahkan beberapa kasus kecelakaan yang terjadi di lahan parkir memang cukup menyita perhatian. Bagaimana seharusnya membangun lahan parkir di Jakarta?

Ketua Umum Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia (IALI) DKI Jakarta, Bagus Tatang Dewantoro menyatakan, untuk wilayah DKI Jakarta cocoknya menggunakan lahan parkir bertingkat.

"Di Jakarta cocoknya itu ya lahan parkir bertingkat. Karena terbatasnya lahan dan tingkat keamanannya," katanya saat dihubungi, Kamis (24/1/2008).

Meski demikian, Bagus menegaskan bahwa desain lahan parkir memang krusial, namun lebih krusial adalah konstruksi bangunannya. Jadi berbagai macam desain, baik lahan parkir bertingkat, basement atau lainnya tidak akan menemui masalah apabila konstruksi desain bangunannya sesuai standar dan kriteria.

Misalnya untuk membuat parkir bertingkat di sebuah gedung, maka harus dipertimbangkan kekuatan dari tembok penghalangnya. Bisa diikat dengan besi dengan jarak 0,5-1 meter ada satu besi agar tembok tersebut menjadi kuat menghadapi benturan. Bukan sekedar tembok batu bata.

"Tembok penghalang menjadi rentan apabila pengikatnya tidak terlalu kuat," ujarnya.

Dia mencontohkan, sebuah gedung yang tahan gempa apabila struktur bangunannya didesain dengan ideal, maka pelaksanaannya di lapangan pun harus sesuai dengan rencana. Meskipun tidak menafikan, pelaksanaan pembangunan sebuah gedung terkadang tidak sesuai dengan rancang bangunnya.

Sehingga menurut dia, bukan masalah tembok atau pencahayaan di tempat parkir. Namun lebih dari pelaksanaan konstruksi tembok tersebut.

"Tembok atau lampu itu nggak masalah karena itu di asesorisnya. Namun yang lebih penting konstruksinya harus sesuai standar," paparnya.

Bagaimana lahan parkir yang ideal untuk Jakarta? Menurut Bagus, lahan parkir bertingkat sangat cocok untuk Jakarta. Sempitnya lahan, bertambahnya jumlah kendaraan, dan mahalnya harga lahan membuat parkir bertingkat paling rasional untuk dipilih.

Berkaca dari lahan parkir yang ada di Jepang, ada sebuah contoh lahan parkir dengan dua lantai seluas 1.000 meter persegi yang bisa dibongkar pasang (knock down). Letaknya di luar gedung perkantoran, dan pembangunannya hanya membutuhkan waktu. Meski bisa dibongkar pasang, namun struktur bangunannya sangat kuat dan mampu menampung banyak mobil.

"Kalau kita ingin menirunya ya syah saja, dengan teknologi yang sama namun harus menggunakan bahan materialnya 100% Indonesia. Itu bisa dilakukan," paparnya.

Memang tidak semua gedung di Jakarta memiliki lahan untuk parkir, atau menyediakan lahan parkir bertingkat. Sebab selain membutuhkan lahan tersendiri, juga secara bisnis investasinya lumayan mahal. Contohnya Hotel Sari Pan Pacific yang hingga saat ini parkirnya masih menggunakan area depan dan belakang seputar gedung.

Menurut Public Relation Officer Hotel Sari Pan Pacific, Danang Ambar Kreshno, hotel yang didirikan sejak tahun 1976 itu dulunya memang tidak memiliki konsep lahan parkir bertingkat ataupun basement. Sebab di masa gedung ini didirikan, tanah sekitar gedung masih luas dan belum seperti sekarang. Sehingga saat itu lahan parkir masih menggunakan area sekitar hotel yang cukup luas.

"Namun dengan perkembangan saat ini, ternyata area semakin sempit dan lahan semakin mahal. Akhirnya jika area parkir kami tidak memadahi kami bisa menyewa lahan parkir di gedung sebelah. Yaitu di Jakarta Theatre," katanya.

Memang tidak semua gedung harus memiliki lahan parkir sendiri. Bahkan menurut Presiden Direktur PT Forum Lima Kreasi, sebuah perusahaan konsultan properti, Nugroho Widhi, hal itulah yang berlaku di Amerika Serikat. Sehingga lahan parkir memang disediakan khusus dalam satu gedung untuk beberapa gedung, misalnya satu gedung parkir per 10 gedung perkantoran. Dengan demikian, mendorong budaya jalan kaki pada masyarakat sehingga teratur serta lebih efisien.

Namun setiap gedung memang dibangun jembatan (sky way) yang membuat masyarakat menjadi lebih nyaman untuk berjalan kaki.

"Jadi memang sistem perparkiran itu memang diatur betul dan direncanakan dengan matang," ujar orang yang juga anggota Ikatan Arsitektur Indonesia ini.

Model sky way ini memang brilian. Sebab selain menjadi lebih teratur juga meningkatkan lapangan kerja. Pada tiap sky way atau jembatan penghubung antar gedung yang diatur melingkar itu dibuka banyak toko dan bisnis jasa kebutuhan sehari-hari mulai laundri, toko baju, telekomunikasi, dan lain-lain. Sehingga masyarakat pejalan kaki tidak menjadi tidak jenuh dan tidak berasa ketika berjalan kaki. Selain itu suhu udara dalam sky way diatur dengan pendingin atau penghangat ruangan sesuai dengan kondisi cuaca.

Selain itu menambah lapangan kerja, dengan dibukanya lahan usaha baru di sky way tersebut.

"Kayaknya sekarang pemerintah Indonesia sedang mulai melirik model ini. Namun kita tunggu saja, apakah model ini yang akan diberlakukan untuk mengatasi masalah perparkiran di Jakarta," paparnya.

Dengan adanya mainstream baru green architecture, menurut Nugroho, kedepannya lahan parkir bertingkatlah yang akan semakin dikembangkan.

Yakni lahan parkir yang lebih hemat energi. Sebab kalau lahan parkir ke bawah, yakni di basement membutuhkan energi cukup besar baik untuk pencahayaan maupun sirkulasi udara. Selain itu dengan mengadopsi model parkir yang diberlakukan di Minneapolis AS tersebut, pengendara mobil akan memarkirkan mobilnya di gedung parkir yang sewanya sesuai dengan kantongnya. Sebab semakin mendekati pusat kota, biaya parkir semakin mahal. Sehingga mengurangi polusi akibat berjubelnya mobil pribadi.

"Namun ini harus ditunjang dengan sistem transportasi publik yang mapan. Sebab biasanya ke tempat tujuan setelah memarkirkan mobilnya, kemudian mereka naik bus untuk bisa mencapai sky way menuju tempatnya bekerja," paparnya.

Namun cara ini, menurut Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta belum bisa diberlakukan di Indonesia. Sebab di AS biaya parkir mahal per hari bisa mencapai USD 20. Tentu itu merupakan lahan bisnis yang menarik sektor swasta untuk membangun sebuah gedung parkir sendiri untuk disewakan sebab hasilnya menguntungkan. Sementara di Indonesia biaya parkir murah dan masih ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak mungkin ada investasi gedung sendiri untuk lahan parkir seperti di AS.

Meski demikian, kata dia, memang kelemahan perparkiran di Indonesia sebab peraturan yang ada masih bersifat kualitatif belum menjelaskan secara detil kuantitatif.

"Saya yakin sekarang Pemda DKI tidak diam saja dan sedang memperbaiki. Jadi aturan tentang lahan parkir yang layak dan memenuhi syarat itu harus detil seperti apa. Namun masalahnya aturan tentang lahan parkir baru keluar tahun 2007. Padahal mayoritas gedung parkir di Jakarta itu dibuatnya sudah lama," paparnya.
(Abdul Malik/Sindo/jri)
Source : OkeZone 
 

No comments: